Wednesday, 30 January 2008

Cari nilai atau cari ilmu ????

Taipei, 31 Januari 2008

Nilai akhir kuliahku sudah keluar semua. Alhamdulillah semua nilainya bagus. Diatas 85 dengan rata-rata 92,25. Dengan ini aku bisa apply untuk beasiswa tambahan dan juga memudahkan untuk hal-hal yang lain. Semoga ini tidak menjadi euphoria sesaat.

Satu pertanyaan kemudian terbetik di kepalaku. Sebenarnya mana yang lebih baik, mencari nilai atau mencari ilmu ? Jujur di S1, aku lebih banyak (atau mungkin mayoritas malah) untuk mencari nilai. Yang penting lulus. Di tengah kesibukanku pada berbagai aktivitas kemahasiswaan yang menyulitkan untuk membagi waktu dan pikiran dengan kuliah membuat motivasi "yang penting lulus" menjadi terpatri di pikiran. Kuliah menjadi pertempuran jangka penjek yang diatur secara temporer, tanpa fokus, dan tidak berkelanjutan.

Di semester awal kemarin juga motivasi cari nilai juga masih terbetik di pikiranku. Namun aku rupanya salah. Menjadi seorang researcher, ilmuwan, ataupun seorang profesional tidak bisa dilakukan dengan cara mencari nilai. Dia harus punya idealisme tentang dia mau jadi apa, dia mau jadi ahli apa, dia ingin apa, dan terakhir, untuk meraih itu semua dia harus apa.

Aku cukup kesulitan diawal kuliah ini. Terlepas dari hasil bagus yang aku peroleh, aku masih kecewa. Kecewa karena nilai itu bagus tapi aku tidak bisa mengatur fokus kuliahku ke arah mana. Kecewa juga karena rupanya banyak sekali dasar-dasar kuliah yang aku sudah lupa. Mungkin ini karena metode belajar jangka pendek dan temporal yang aku terapkan dulu. Aku sudah makin menua, dan otak ini tidak mungkin lagi diajak untuk mengulang semua kuliah ataupun ilmu2 yang ada dulu. Harus pakai pengorbanan, fokus di satu bidang ilmu dan lupakan yang lain. Aku pun sudah bersumpah tidak akan pernah mengulangi jenjang kuliah S1 (cukup sekali seumur hidup gw alami penderitaan dan kesalahan besar hidupku itu). So....disini saatnya merubah pikiran.

Saya pikir metode pendidikan di Taiwan yang cukup tertata baik turut menyadarkan saya juga akan hal ini. Tiap jurusan sudah ditata sedemikian rupa sehingga kita bisa lebih memfokuskan diri sesuai minat dan bakat ita sekaligus menyadari tentang pendaaman kompetensi. Pantas rasanya bersyukur. Maka saya ingin lebih memfokuskan nilai-nilai keilmuan ini nantinya.

Ilmu photonics dan elektromagnetika rupanya bidang ilmu yang potensial dan masih bisa dijangkau oleh otak saya yang mulai sulit dipaksa untuk berpikir dari awal ini. Hmmm.....kita lihat saja. Satu lagi yang harus diterapkan adalah menjadikan belajar sebagai budaya. Tentunya dalam kasus saya adalah belajar pada bidang kompetensi saya. OK, beruntunglah mereka yang memperbaharui semangatnya.

Semoga niat ini bisa tercapai dengan baik. Kata Chairil Anwar : "Sekali berarti, sesudah itu mati".




Muhammad Rizki Ramadhani, ST
Graduate Institute of Photonics & Optoelectronics
College of Electrical Engineering & Computer Science
National Taiwan University


馬富月
光電所
國立台灣大學
台灣

1 comment:

Anonymous said...

Nilai penting disituasi ini, kalau mengerti nilai juga mengikuti, berbanding lurus kok..., tapi untuk mengerti kadang mengorabnkan banyak waktu...he3. Apalagi belajarnya ada yang bisa mengalihkan perhatian. Banyak godaan buat maju...:)
Saya rasa kalau berminat di dua ilmu itu (optic dan elektromagnet) bagusnya ambil riset tentang Magneto-optic, tapi kalau terlanjur sayang ke Laser Tweezer ya sutralahhh...