Sunday 13 April 2008

Satu lagi keunikan Pilkada

Saya selalu tersenyum setiap kali mengetahui hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) khususnya Pilkada tingkat propinsi. Apalagi membaca berita baru-baru ini mengenai pilkada Jawa barat.

Akhirnya, ya akhirnya. Setelah "kalah" dari ujung barat Indonesia sampai ujung timur Indonesia dalam berbagai pertarungan Pilkada, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akhirnya mempunyai calon yang menang di level provinsi. Maklum kekalahan selalu mendera partai ini sejak pertama kali kadernya Irwan Prayitno kalah di pilgub Sumatera Barat, dan terakhir adalah kekalahan di "kandang" PKS sendiri saat Adang Daradjatun dikeroyok bung kumis Fauzi Bowo di ibukota Jakarta. Belum termasuk kalahnya pasangan Azwar Abubakar-Nasir Jamil di NAD, atau kalahnya pasangan Dzulkieflimansyah- Marissa Haque di Banten. Kader PKS mungkin bisa bernapas lega akan hal ini.

Namun bagi saya pribadi ini bukanlah sebuah kejutan. Pilkada di Indonesia memang unik. Dan setiap pilkada yang ada punya keunikan masing - masing.

Secara umum di pemilu 2004, partai Golkar adalah pemenang mutlak pemilu legislatif dengan menguasai sekitar 27 propinsi yang ada di Indonesia. Hanya 6 propinsi yang tidak dikuasai oleh Golkar. Bangka Belitung, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Bali dipegang oleh PDIP. Sementara Jawa Timur dikuasai PKB, sedangkan ibukota DKI Jakarta jatuh ke tangan PKS. Namun korelasi legislatif ini sedikit sekali berkaitan dengan hasil di pilkada selama ini. Tidak pernah bisa berbanding lurus dengan kantong massa partai. Inilah momen dimana begitu banyak karakteristik politik yang unik timbul serta kejutan terjadi.

Kita lihat satu persatu. Suara partai yang kecil di legislatif, belum tentu menjadi jaminan mereka jadi pesakitan di pilkada. Pilkada Sumatera Barat contohnya. Didukung oleh PDIP yang jadi "pesakitan" Sumatera Barat, Gamawan Fauzi justru tampil sebagai pemenang.

PDIP seakan masih belum berhenti mencuri sensasi. Kembali PDIP memenangkan pilkada Irjabar saat Abraham Oktovianus Atururi tampil sebagai juara di salah satu propinsi termuda ini. Partai kedua terbesar di Indonesia yang suaranya turun drastis ini malah memberi hantam terbesar kepada Golkar di pilkada. Dua hantaman terbesar buat Golkar, selain Jawa Barat tentunya, adalah kemenangan pasangan PDIP Syahrul Yasin Limpo - Agus Arifin Nu'mang di Sulawesi Selatan yang sudah turun temurun adalah benteng terbesar Golkar di Indonesia timur. Banyak yang menganggap kejutan besar saat pasangan PDIP ini menang di Sulawesi Selatan, kampung halaman Jusuf Kalla yang merupakan wapres RI sekaligus ketua umum Gokar. Ditambah lagi kekalahan Golkar di Jawa Barat barusan menambah kegagalan partai terbesar ini dalam merebut kursi gubernur di propinsi yang dikuasai sebagian besar konstituennya.

Lebih dari itu masih banyak fenomena lain yang unik dari pilkada ini. Pilkada NAD menjadi bukti nyata, dan sebuah tuntutan tersembunyi, bahwa seorang calon independen bisa tampil sebagai kandidat dan keluar sebagai pemenang.

Di pilkada ini juga kita bisa melihat berkuasanya kembali orang-orang yang dulu justru pernah menjadi gubernur di era orde baru. Barnabas Suebu di Papua dan H. B. Paliudju di Sulteng, dua-duanya pernah menjadi gubernur sebelum reformasi 1998, kembali terpilih di tahun 2007 kemarin. Lama sesudah tak terdengar lagi kabar mereka pasca reformasi.

Dan pilkada ini juga menunjukkan kuatnya figuritas seseorang menjadi salah satu faktor penting untuk seseorang terpilih menjadi gubernur. Ini sebabnya mengapa di Jambi, Golkar memilih "mengalah" pada seorang Zulkifli Nurdin, gubernur Jambi terpilih yang juga pengusaha lokal yang cukup terkenal, yang kader PAN terlepas dari PAN sendiri mengalami penurunan suara yang cukup besar di pemilu kemarin. Atau bagaimana seorang Teras Narang, putra dayak yang memang sudah cukup top di ibukota bisa tampil sebagai gubernur Kalimantan Tengah terlepas dari partainya yakni PDIP kalah dari Golkar waktu pemilu legislatif disana,

Walaupun demikian, tetap ada tempat dimana Golkar sebagai partai penguasa tetap menancapkan kukunya sebagai pemenang pilkada. Golkar misalnya menang di Banten dengan Ratu Atut, Sulawesi Barat dengan Anwar Adnan Saleh, atau Sulawesi Utara dengan Sinyo Harry Sarundayang.

Melihat khusus ke ibukota, kita pun melihat kondisi yang unik. DKI Jakarta-lah satu-satunya propinsi yang memegang rekor jumlah kandidat paling sedikit dalam sebuah pilkada. Digadang-gadang dengan berbagai figur top yang potensial untuk menjadi gubernur, Pilkada DKI akhirnya "hanya" menghasilkan Fauzi Bowo - Prijanto plus Adang Darajatun - Dani Anwar di 3 jam terakhir pendaftaran kandidat. The Battle of Jakarta, begitulah beberapa analis politik ibukota menjuluki pilkada ini. Disini juga fenomena politisasi sangat kental terasa, plus fenomena sebuah PKS yang "dikeroyok" partai-partai lainnya walaupun saya sendiri tidak ingin menarik wacana kearah situ. PKS pun harus menerima kalah di kandangnya sendiri dari sebuah intrik keroyokan. Namun akhirnya PKS "membalas" itu baru-baru saja di Jawa Barat.

Ada yang unik juga dari pilkada ini. Walaupun Ahmad Heryawan terpilih sebagai gubernur Jawa Barat, tapi secara notabene dia sebelumnya adalah anggota DPRD DKI Jakarta yang jelas-jelas beda propinsi. Heterogenitas Jakarta dan Jawa Barat tentulah berbeda. Jadi cukup unik juga kemenangan Ahmad Heryawan ini. Apakah karena figur beliau didompleng oleh ketenaran Dede Yusuf yang adalah artis terkenal dan juga urang Sunda asli, bisa menjadi analisa baru. Dan entah apakah ini kemudian menjadi inspirasi bagi para tokoh-tokoh lain untuk menjadi pemimpin di wilayah yang bukan asalnya. Jika Ahmad Heryawan yang jadi anggota DPRD DKI Jakarta bisa jadi gubernur Jawa Barat, maka jangan aneh jika nanti ada orang Aceh yang jadi Gubernur Papua atau sebaliknya ada orang Papua yang jadi Gubernur NAD.

Seperti halnya seorang keturunan Jepang totok bernama Alberto Fujimori bisa jadi presiden Peru, negeri yang beda budaya di Amerika Selatan sana. Atau bagaimana dalam sejarah seorang warga negara Austria bernama Adolf Hitler malah tampil jadi diktator Jerman.

Maka selamat datang di uniknya politik Indonesia. Selamat datang dalam uniknya Pilkada di Indonesia.

Calon independen yang maju tanpa partai namun tampil dan jadi pemenang...... ada di sini

Calon yang hanya didukung partai gurem tapi tampil sebagai pemenang..... ada di sini

Calon yang karirnya di propinsi yang satu tapi malah tampil sebagai pemenang di propinsi yang lain......... ada di sini

Calon yang normal-normal aja, didukung partai besar yang menang di daerah yang bersangkutan ................. ada disini

Calon keroyokan yang kemudian baru daftar di menit-menit terakhir ................ ada disini

Anyway, ada 3 lumbung suara terbesar di Indonesia. Total suara dari 3 propinsi ini bisa memegang sampai 50 persen suara total pemilih di Indonesia. Propinsi itu adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kebetulan sekali 3 propinsi kemarin ini dimenangkan 3 partai berbeda. Jabar oleh Golkar, Jateng oleh PDIP, dan Jatim oleh PKB. Pilkada Jabar akhirnya dimenangkan oleh Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf. Pertanyaan bagaimana kemudian pilkada berikutnya akan berjalan di dua lumbung suara tersisa Jawa Tengah dan Jawa Timur ????? Menarik.....menarik.....menarik......bagi mereka yang suka menganalisa politik.

Selamat untuk Bapak Ahmad Heryawan dan Kang Dede Yusuf. Selamat buat sejarah berikutnya yang ditoreh pilkada seperti halnya pilkada-pilkada lainnya. Bukan masalah siapa yang menang, atau keunikan apa yang ada di pilkada itu yang diinginkan rakyat Indonesia. Tapi bagaimana agar pemimpin yang telah terpilih bisa menjalankan amanah dengan baik dan tidak mengkhianati amanahnya.

Ayo...menuju politik dan kehidupan Indonesia yang lebih baik.


Muhammad Rizki Ramadhani
Taipei, Taiwan


NB :

Wah istriku pasti senang banget nih jagoannya menang. Jujur aku memang gak begitu suka dengan PKS, tapi biar bagaimanapun para kader yang sudah menumpahkan airmata pada berbagai kekalahan PKS sebelumnya berhak mendapatkan kemenangan mereka walaupun itu mungkin sekali ini saja. Jadi selamat buat PKS. Nampaknya gw harus kembali turun tangan nih (^_^), masih ada Jawa Tengah dan Jawa Timur. OK, saatnya bangkit dari kubur.

No comments: