Tuesday, 12 February 2008

Pesan "cinta" apa di "Ayat-ayat Cinta" ???

Sekedar komentar mengenai film "Ayat-ayat Cinta" karya Hanung Bramantiyo.

"Inikah film yang diangkat dari novel Ayat-ayat Cinta itu ?". Mungkin inilah pertanyaan di kepala saya selepas menyaksikan film Ayat-ayat Cinta. Sudah tidak terhitung kawan-kawan yang nyeletuk soal ini, sampai menunggu kapan film ini dirilis. Menarik, mungkin karena filmnya adalah film yang diangkat dari salah satu novel Islami terlaris karangan Habiburrahman El Shirazy, dengan isi yang penuh penghayatan terhadap cinta dan cukup mengharu biru, dengan dibungkus latar kisah anak manusia di negeri Mesir.

Pantas saja orang kemudian bertanya-tanya apa jadinya jika novel yang penuh nilai-nilai spiritual seperti ini kemudian diangkat kedalam film. "Cinta" seperti apa yang kemudian dibicarakan, sementara tafsir cinta sendiri begitu banyak dibicarakan dalam berbagai karya-karya Islam, tidak hanya dalam novel Ayat-ayat Cinta yang menjadi sumber film ini ?

Sebagai muslim, saya meyakini bahwa cinta tertinggi adalah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan cinta-cinta yang lain bersumber dari cinta tertinggi ini. Sayangnya cinta hampir selalu diidentikkan dengan nuansa "merah jambu", kisah kasih dua muda-mudi yang merasa dunia menjadi milik berdua. Maka "cinta" pun terjebak saat akan digambarkan. Seperti apa esensi cinta yang terlukis ?? Dia bisa jadi agung dan mengharu biru di satu sisi, namun kemudian berubah menjadi picisan di sisi lain.

Film "Ayat-ayat Cinta" ini pun masih terjebak dalam problema yang sama. Tokohnya memang sama persis. Masih ada Fahri, mahasiswa Indonesia yang kuliah di Al-Azhar Mesir dengan sifatnya yang sederhana, taat beribadah, dan senang membantu, Maria Ghirghis seorang Kristen Koptik yang tinggal di lantai atas flat milik Fahri dan memendam cinta pada Fahri, dan Aisha sang gadis Jerman keturunan Turki yang kaya raya namun bersahaja. Ditambah juga tokoh-tokoh lain seperti Noura, Syaiful, Nurul, dan lainnya.

Alur pun secara umum masih sama, walaupun dengan penyesuaian dan pemotongan di sana sini. Sayangnya titik berat film ini lebih banyak pada masalah Fahri di pengadilan. Sedangkan awal film yang semestinya bisa memberi penggambaran tentang proses pernikahan yang baik dan bagaimana pertimbangan Fahri dalam memilih pasangan sebagai contoh seorang pemuda yang ingin menikah banyak tidak tergambar utuh, sehingga yang tampak malah seorang Fahri yang diburu gadis-gadis. Lengkap dengan surat cintanya masing-masing. Porsi tentang muhasabah menuju jenjang pernikahan yang semestinya bisa menjadi penyampaian pesan "Ayat-ayat Cinta" justru tidak tergambar baik.

Dengan bersumber pada sebuah novel yang bernafaskan nilai-nilai keislaman, "Ayat-ayat Cinta" pun sebaiknya ditampilkan dengan hati-hati. Sudah semestinyalah adegan-adegan yang "berlebihan" seperti (maaf) adegan berciuman tidak perlu ditampilkan di film "Ayat-ayat Cinta" ini, agar tidak menimbulkan bias pada pesan cinta yang ditampilkan. Bukunya pun tidak pernah sampai menuliskan peristiwa berciuman seperti yang ditampilkan di film.

Walaupun demikian, film ini bukannya tanpa bagian yang menarik. Adegan 20 menit terakhir film ini mungkin akan menjadi pertentangan antara mereka yang pro dan anti poligami. Bukan apa-apa, adegan Fahri yang kemudian beristri dua dengan Aisha dan Maria ini digambarkan dengan jelas lengkap dengan seluk beluk permasalahannya. Entah apakah ini improvisasi sang sutradara. Karena di bukunya, walaupun Fahri menikahi Maria, pernikahan itu begitu singkat dikarenakan penyakit Maria yang sudah tidak bisa disembuhkan lagi sampai akhirnya meninggal. Tapi ayat-ayat Cinta versi layar lebar justru memperpanjang kisah pernikahan yang kedua ini, menimbulkan beda yang besar dengan yang ada di buku, dan alur yang bias walaupun tetap dengan ending sebuah kematian. Saya sedang tidak membahas tentang poligaminya, tapi penonton bisa menyimpulkan sendiri nanti setelah menyaksikan film ini.

Saya pribadi berpendapat sebaiknya "Ayat-ayat Cinta" tak perlu difilmkan. Biarkan dia tetap di buku dan interpretasinya diserahkan kepada masing-masing orang yang membaca. Pesan dan penghayatan akan cinta kepada manusia atas dasar cinta kepada Yang Maha Kuasa lebih tercapai, ketimbang berusaha menampilkannya dalam bentuk yang setengah-setengah sehingga penonton akan bingung apakah dia menyaksikan sebuah film bertemakan Islam dengan pesan cinta ataukah malah sebuah film remaja.

Saya juga berharap film ayat-ayat Cinta ini pun memang digarap sebelumnya secara profesional. Karena begitu banyaknya film-film atau sinetron-sinetron Indonesia yang dicap plagiat dengan banyak menyadur unsur-unsur dari film lain.Film "Ayat-ayat Cinta" pun sama. Musik latar yang dipakai pada adegan pernikahan Fahri dan Aisha yang penuh kegembiraan jelas-jelas diambil dari musik latar film Taegukgi dari Korea Selatan, yang ironisnya justru menceritakan tentang perang Korea yang tragis. Musik latar ini pun begitu sering dipakai dalam berbagai adegan dalam film Ayat-ayat Cinta. Entah apakah Hanung Bramantiyo sebagai sutradara sudah mendapatkan izin untuk menggunakan lagu ini dalam filmnya. Ada juga musik-musik latar yang saya rasa diambil dari film lain, tapi saya kurang tahu jelas. Saya harapkan sih minimal memang sudah ada izin, karena sungguh memalukan kalau sekali lagi film Indonesia masih meneruskan budaya "plagiarisme" -nya.


Semoga film "Ayat-ayat Cinta" juga tidak menimbulkan kesan cinta muda-mudi yang berlebihan. Apalagi saya pernah mendengar kabar bahwa film ini akan dirilis pada tanggal 14 Februari nanti yang justru bertepatan dengan Valentine's Day. Akan begitu aneh jika itu terjadi sedangkan film ini justru diangkat dari sebuah novel yang menggunakan nilai-nilai Islami.



Rizki Ramadhani
Taipei, Taiwan

13 Februari 2008


Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.
__._,_.___ Messages in this topic (1)

1 comment:

Anonymous said...

fahri yang di filem itu ------> cenderung berkarakter ala 'mas boy' cuman kurang BMW ama rumah mewah doang, abis ituh saking kharismatiknya si Fahri ini, sampe aneka jenis cewe dari seantero Mesir lintang pukang naksir sama dia, tentunya Fahri menjadi bingung, tapi akhirnya, dia mengambil langkah yang bijaksana namun realistis, yaitu mengawini cewek yang paling kaya hue he he...oia saya blom pernah baca n' nonton pilemnya lhoo...^^;