Wednesday 11 June 2008

Pariwisata Indonesia yang masih memprihatinkan

Taipei, 11 Juni 2008


Saat saya dan kawan-kawan berkunjung ke Taroko National Park di Hualien, ada 2 kekaguman yang saya pendam. Pertama tentu saja adalah pemandangan alamnya yang luar biasa, karena Taroko adalah daerah perbukitan yang topografi bebatuannya tersusun oleh batu-batu marmer putih yang cukup indah. Beberapa ukiran batu marmer yang ada di Taiwan mengambil bahan bakunya dari Taroko. Dan Taroko mungkin adalah perbukitan marmer terbaik di Asia dan mungkin yang terbaik di dunia, setelah pulau Marmara di Turki dan bukit marmer Colorado di AS.

Kekaguman kedua saya adalah tentang bagaimana pemerintah Taiwan mengatur dan mengelola obyek wisatanya dengan baik. Setelah saya pikir-pikir, sebenarnya yang dilihat di Taroko itu tidak lebih dari jurang dan bebatuan. Namun yang luar biasa adalah bagaimana pemerintah Taiwan mengelola tempat ini dengan baik sehingga menjadi salah satu obyek wisata unggulan Taiwan. Jalan-jalan di Taroko dibangun menembus sisi jurang dan perbukitan yang menambah kesan seru bagi para turis. Dan juga di sini ditambahkan beberapa obyek wisata dan fasilitas pendukung semisal hotel Grand Formosa Taroko atau kuil Buddha Ksitigarbha yang mebuat orang seolah-olah membayangkan sedang berada di perbukitan Cina kuno yang memiliki kuil Shaolin seperti halnya di film-film kungfu.

Tapi Taroko pun "tidak lebih" dari jurang dan ngarai. Mungkin di Indonesia lebih banyak yang lebih bagus untuk obyek wisata sejenisnya semisal ngarai Sianok di Sumbar atau jurang-jurang pegunungan Cartenz di Papua. Jika di Taroko ada Tunnel of Nine Turns (terowongan 9 belokan), Indonesia juga punya tempat sejenis yang lebih seru semisal jalan 40 kelok jika kita akan berkunjung ke danau Maninjau Sumbar. Tapi pengelolaan obyek wisata Indonesia yang semestinya jauh lebih banyak dan jauh lebih indah masih kalah dibanding Taiwan.

Bidang pariwisata memang jarang dijadikan fokus utama penghasil devisa, tetapi bidang pariwisata adalah bidang yang prestisius. Karena dalam sisi pariwisata termasuk juga sisi kebanggaan budaya yang menjadi ciri khas suatu negeri. Begitulah misalnya jika kita melihat bagaimana bangganya negara-negara Eropa dengan obyek wisata terkenalnya yang menjadi identitas negeri dan juga terkenal sampai ke dunia internasional.

Inilah pertanyaan saya yang mengemuka saat belakangan ini berseliweran email mengenai pemilihan "New 7 Wonders of the Worlds" alias 7 keajaiban dunia baru. Membanggakan memang, tapi tampaknya pemerintah perlu belajar lebih banyak mengenai sistem pengelolaan wisata modern. Ini juga sebagai kritik terhadap program "Visit Indonesian Year 2008" yang dicanangkan oleh Menbudpar awal tahun lalu. Program Visit Indonesian Year tahun ini bagi saya jauh lebih buruk ketimbang Visit Indonesian Year 1995 di zaman Soeharto. Terlalu banyak yang tidak diperhatikan dalam pelaksanaan program ini sehingga kesannya hanya menggugurkan kewajiban dan target pemerintah di bidang pariwisata.

Kita lihat saja dari yang paling sederhana, yakni website ataupun informasi dunia maya mengenai obyek wisata di Indonesia. Dengan kecanggihan teknologi IT dewasa ini, dunia maya menjadi hal yang sangat krusial dalam mempromosikan obyek wisata. Lewat dunia mayalah para backpacker atau pencinta jalan-jalan saling bertukar informasi dan cerita mengenai petualangannya jalan-jalan ke berbagai belahan dunia. Apalagi dengan adanya program pencarian geografis online semisal googlemaps. Pemerintah Taiwan nampaknya sadar betul untuk hal ini. Coba saja kalau anda mau ke Taroko, buka situs www.taroko.gov.tw. Kalau ke Sun Moon Lake buka situs www.sunmoonlake.gov.tw. Atau kalau mau ke National Palace Museum buka saja www.npm.gov.tw. Disana informasi lengkap mengenai obyek wisata yang dimaksud, harga tiket, transportasi, dan informasi penting lainnya sudah termuat disitu. Para backpackers dan calon turis pun lebih nyaman untuk merencanakan kunjungan dan liburannya dengan bantuan media ini.

Celakanya, hal yang sama tidak diperhatikan oleh Departemen Pariwisata Indonesia. Setelah saya coba cari, mungkin hanya Taman Nasional Komodo yang memiliki situs informasi yang bisa dibilang lumayan (www.komodonationalpark.org) . Selebihnya tragis. Coba misalnya lihat situs website Candi Borobudur di www.borobudurpark.org. Situs website obyek wisata kebanggaan Indonesia ini masih under construction dan isi halamannya masih default. Tragisnya justru di halaman depan yang masih acak-acakan itu terpampang logo Visit Indonesian Year 2008 !!! Memalukan sekali jika website untuk program wisata unggulan ini hanya sekedar logo tanpa informasi lain yang mendukung. Obyek wisata lainnya semisal Danau Toba, Taman Nasional Lorentz, Museum Sangiran, Prambanan, atau Ujung Kulon malah tidak ada situsnya sama sekali. Bagaimana kita bisa mengharap kunjungan wisatawan jika informasi yang disediakan sangatlah minim.

Pemerintah juga nampaknya perlu mengubah stigma tentang obyek wisata dan cara pengelolaannya. Sebagai contoh adalah pengelolaan taman nasional. Jika di Taiwan (termasuk juga di Jepang dan Cina), taman nasional itu multi fungsi. Dia memang daerah konservasi untuk hewan dan tumbuhan yang dilindungi, tetapi di sisi lain pemerintah lokal pun mengelola space khusus taman nasional yang bisa dikunjungi dan dinikmati oleh umum. Begitulah misalnya jika kita berkunjung ke Taroko, Yushan di Nantou, atau Taman Nasional Shei-Pa di daerah Miaoli. Ada bagian yang dibuka untuk umum dan dilengkapi dengan fasilitas memadai, walaupun di sisi lain tetap ada daerah konservasi dimana pengunjung yang ingin memasukinya harus memiliki izin dan harus melalui pemeriksaan persyaratan yang ketat.

Beda sekali dengan taman nasional di Indonesia. Karena kalau di Indonesia taman nasional itu kebanyakan adalah hutan. Benar-benar hutan. Lihat saja taman nasional Kerinci Seblat, Ujung Kulon, atau Meru Betiri. Benar-benar hutan. Akses transportasi sulit, fasilitas pendukung tidak memadai, dan lain-lain. Mungkin cuma mahasiswa pencinta alam yang terbiasa ikut survival yang tertarik untuk kesana, sementara untuk jalan-jalan santai keluarga ????? Sepertinya tidak ada yang mau mengambil resiko liburan santai ke taman nasional yang tidak memiliki fasilitas yang cukup dan mungkin kita malah menginap bareng Harimau, Badak, atau Kuda Nil .

Semestinyalah pihak Departemen Pariwisata bisa menyiapkan fasilitas dan informasi pendukung ini terlebih dahulu dengan baik sebelum mengkampanyekan gerakan wisata semisal Visit Indonesian Year 2008 ini. Lihat bagaimana pemerintah kota Taipei mengatur hal ini. Jika kita berada di stasiun MRT, kita bisa mengambil brosur-brosur yang menunjukkan peta serta akses transportasi di seantero kota, dan ditambah dengan informasi mengenai obyek-obyek wisata dan tempat jalan-jalan menarik di Taipei. Sekilas memang sederhana, tetapi inilah salah satu usaha "sederhana" kota Taipei untuk mempromosikan indahnya kota mereka dan juga mengajak orang-orang untuk berduyun-duyun mengunjunginya. Entah kapan pengelolaan obyek wisata kita bisa seperti ini.

Memang urusan pariwisata sekilas "sederhana", "simpel", cuman berkutat di urusan jalan-jalan dan bagaimana agar bisa bikin acara jalan-jalan yang baik. Tapi ingat, orang paling sibuk pun butuh jalan-jalan, satu filosofi sederhana pariwisata, sehingga selalu ada potensi yang besar untuk bidang ini.

Lagipula bagaimana Indonesia bisa dinilai sebagai bangsa yang maju, jika urusan "jalan-jalan" di negeri kita saja masih diatur secara berantakan ?????



- Catatan lepas dari si tukang jalan-jalan -
- http://rizkiramadhani.blogspot. com -

1 comment:

infogue said...

artikel anda bagus dan menarik, artikel anda:
Artikel pariwisataterhangat
Artikel anda di infogue

anda bisa promosikan artikel anda di http://www.infogue.com/ yang akan berguna untuk semua pembaca. Telah tersedia plugin/ widget vote & kirim berita yang ter-integrasi dengan sekali instalasi mudah bagi pengguna. Salam!