Tidak ada yang lebih menyenangkan saat liburan musim panas selain mengunjungi obyek-obyek wisata terkenal di Indonesia. Hitung-hitung mengisi kemerdekaan dengan mengenang keindahan obyek wisata kita sekaligus menggalakkan dunia pariwisata.
Kali ini saya ingin bercerita tentang UNESCO World Heritage Sites (WHS) alias situs warisan dunia yang ada di Indonesia. WHS ini adalah tempat-tempat yang dianggap UNESCO sebagai situs budaya dan pariwisata yang bersejarah sehingga harus dilindungi. Konon status ini adalah status tertinggi bagi tempat-tempat pariwisata yang ada di dunia. Sidang UNESCO untuk WHS pada 2008 ini sendiri baru saja berlangsung Juli kemarin di Quebec, Kanada.
Sebenarnya kalau para pengamat pariwisata jeli sih, WHS ini cukup menjadi isu juga belakangan. Lihat saja bagaimana hubungan Thailand - Kamboja memanas saat kuil Preah Vihear dimasukkan sebagai WHS. Kuil Preah Vihear sendiri masuk wilayah Kamboja, tetapi Thailand mengklaim juga sebagai milik mereka.
Atau bagaimana Malaysia akhirnya berbangga karena 8 tahun pengembangan pariwisata mereka dengan Visit Malaysia Year-nya berhasil dengan diabadikannya Bandar Malaka dan George Town Penang sebagai WHS. Ini adalah situs ke-3 di Malaysia yang jadi WHS.
Sebenarnya sih Indonesia masih menjadi negara yang paling banyak memiliki WHS di Asia Tenggara. Kita Punya 7 situs. Thailand, Vietnam, dan Filipina hanya punya 5, sedangkan Kamboja malah baru 2. Sebenarnya kita patut berbangga diri, tetapi tentu harus dibarengi dengan usaha menjaga situs-situs yang ada dan menggalakkan pariwisata kita.
Nah dari 7 situs WHS di Indonesia tersebut, 3 diantaranya berada di propinsi Jawa Tengah. Kesanalah saya pergi dalam liburan yang cukup singkat kemarin. 3 situs itu masing-masing adalah Candi Borobudur di kota Magelang, Candi Prambanan di perbatasan kota Klaten dan propinsi DI Yogyakarta, serta situs arkeologi Sangiran di perbatasan Solo dan Sragen.
3 situs dalam 2 hari. Luar biasa melelahkan, tapi juga menyenangkan. Untuk Borobudur dan Prambanan mungkin tidak perlu diceritakan panjang lebar. Hampir semua orang di Indonesia bahkan di dunia sudah mengenal dua candi ini.
Landmark Indonesia yang tidak bisa dicuri oleh siapapun di dunia.
Sebenarnya sih aku sudah pernah ke Borobudur sekali, waktu SMA dulu. Sedangkan ke Prambanan belum pernah sama sekali. Tapi ini pertama kalinya aku bisa mengunjungi keduanya sekaligus, dan saat aku tahu bahwa keduanya termasuk dalam WHS tentu saja ini menjadi lebih menyenangkan lagi.
In front of Prambanan Temple Kuil Dewa Siwa Prambanan, indah ya Sunset in Prambanan In front of Borobudur Temple
Di stupa induk Borobudur Di salah satu stupa Borobudur
Ada dua hal yang mengesankan bagiku mengenai kedua candi ini. Pertama tentu saja adalah penggambaran kerukunan umat beragama yang ada. Candi Prambanan adalah candi Hindu sementara candi Borobudur adalah candi Buddha. Dua agama yang berbeda, namun kedua candi berada di wilayah yang sama. Suatu bukti kerukunan dan toleransi beragama yang cukup tinggi bukan, yang mungkin saat ini sudah mulai terkikis. Kedua khusus tentang candi Prambanan. Kalau ada yang mungkin iseng membaca legenda candi Prambanan, mungkin tahu tentang kisah Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang yang menjadi latar pembangunan candi Prambanan ini. Alkisah Bandung Bondowoso berniat untuk melamar Roro Jonggrang untuk menjadi prabu dari dinasti Syailendra. Roro Jonggrang pun memberikan syarat yang cukup berat, dia meminta Bandung Bondowoso membangun seribu candi dalam semalam. Itu kenapa Prambanan diberi nama juga candi Sewu.
Rupanya Bandung Bondowoso sendiri rupanya bukan orang sembarangan, dia memiliki kemampuan mistis yang luar biasa. Dia pun menyanggupi syarat yang diberikan Roro Jonggrang. Maka saat malam tiba, Bandung Bondowoso memanggil pasukan jin-nya untuk membantu membangun 1000 candi yang disyaratkan tersebut.
Roro Jonggrang yang sedari awal memang ingin menolak lamaran Bandung Bondowoso akhirnya melakukan hal yang tidak diduga. Dia memanggil para pembantunya untuk membakar sekam dan juga untuk membunyikan alu yang menjadi alat menumbuk padi sehingga seolah-olah fajar telah tiba dan pagi akan segera menjelang. Pasukan jin Bandung Bondowoso yang hanya bisa bekerja sebelum fajar menyingsing pun akhirnya pergi. Padahal pada waktu itu belum juga fajar, akhirnya Bandung Bondowoso pun menyelesaikan candi tersebut dengan kekuatannya sendiri. Saat pagi tiba setelah dihitung, rupanya candi yang telah dibuat Bandung Bondowoso hanya kurang 1 saja alias dia telah membuat 999 candi dalam semalam. Namun karena yang disyaratkan adalah 1000 candi, maka tetap saja lamarannya ditolak oleh Roro Jonggrang. Dalam murkanya, Bandung Bondowoso mengutuk kehancuran kerajaan Syailendra dan Mataram Hindu yang akhirnya kemudian terjadi saat Majapahit meluluh lantakkan Mataram Hindu.
Hmm.....
sad ending sih. Cuman kalau ditilik dari sisi ekonomi, jujur Roro Jonggrang itu gak tahu diri. Orang dah capek-capek bikin candi yang walaupun kurang satu dari maunya dia, tapi tetap banyak lho. 999 candi !!! Emangnya si Roro Jonggrang bisa apa ??? Paling gak coba kerja kerasnya dihargai sedikit. Huh.....matre juga tuh Roro Jonggrang.
Tapi sangat disayangkan kedua candi ini saat ini mulai digerus zaman. Sudah muncul retak-retak di sana sini. Beberapa diantaranya dipicu oleh gempa bumi yang melanda Jawa Tengah dan Yogyakarta tahun 2006 lalu. Syukur usaha perbaikan masih dilakukan terus. Semoga bisa berjalan dengan baik, dan semoga Borobudur dan Prambanan bisa terus berdiri kokoh.
Renovasi salah satu candi di Prambanan
Aku lebih tertarik untuk bercerita mengenai situs Sangiran. Entah ada yang ingat atau tidak, sebenarnya Sangiran sudah disebut dalam buku-buku pelajaran sejarah SMA tentang prasejarah dan kepurbakalaan.
Sangiran sebenarnya adalah nama dua dusun yang terletak diantara kabupaten Sragen dan Karanganyar di Jawa Tengah. Tempat ini merupakan situs arkeologi yang terluas di dunia (mencapai kurang lebih 56 km persegi) dan diperkirakan dihuni oleh manusia purba sejak lebih dari satu juta tahun, jauh lebih lama dari situs arkeologi serupa di tempat lain. Inilah mengapa situs Sangiran menjadi cukup berharga.
Sebenarnya sudah lama Sangiran menjadi tempat para arkeolog meneliti mengenai manusia purba dan juga tentang peradaban masa lalu. Penelitian paling awal dirintis oleh arkeolog Belanda bernama Eugene Dubois yang melakukan penggalian di daerah ini sekitar tahun 1893. Sayangnya dia tidak menemukan apa yang dia cari. Baru pada tahun 1930-an, arkeolog Belanda yang lain yang bernama von Koenigswald menemukan fosil manusia purba
Pithecanthropus Erectus & Meganthropus Palaeojavanicus yang kemudian terkenal itu. Barulah kemudian menyusul penemuan fosil-fosil purbakala lainnya di daerah Sangiran. Selama perang dunia II, von Koenigswald menghadapi saat terberatnya saat berusaha mempertahankan fosil-fosil Sangiran dari ancaman sitaan tentara Jepang. Untunglah fosil tersebut berhasil diselamatkan sampai saat ini.
Museum Sangiran yang sekarang berada tidak jauh dari lokasi ekskavasi dahulu, digunakan untuk menampung fosil-fosil yang ditemukan di wilayah Sangiran. Museumnya sangat sederhana bahkan terkesan reyot dari luar. Memang keterpencilan lokasi museum ini membuatnya hampir tidak dikenal orang. Untunglah usaha publikasi dan perbaikan serta renovasi bangunan sudah dimulai. Semoga bisa menjadi museum kepurbakalaan yang menarik nantinya.
Di depan Museum Purbakala Sangiran
Diorama manusia purba di Museum Purbakala Sangiran
Fosil gading gajah Mammoth yang mencapai 5 meter lebih
Percaya gak, ini rahang kuda nil ????
Beberapa fosil kerang yang ditemukan di Sangiran
Disinilah kita bisa melihat kekayaan arkeologis Indonesia. Selain fosil-fosil manusia purba, kita juga bisa melihat fosil lainnya semisal fosil gading gajah Mammoth yang panjangnya mencapai 5 meter lebih, atau fosil kepala kerbau purba yang tanduknya juga cukup panjang. Ada dua fosil yang cukup menarik bagi saya disini. Pertama adalah fosil rahang kuda nil yang ditemukan di Sangiran. Menarik karena seperti kita ketahui, kuda nil memiliki habitat asli di wilayah Afrika. Akan tetapi fosil kuda nil yang mencapai ribuan tahun ini ditemukan di wilayah Sangiran. Mungkinkah dahulu ada kuda nil yang hidup di Sangiran ???
Yang kedua adalah fosil kerang laut yang juga banyak ditemukan di Sangiran. Tidak hanya fosil kerang, ada juga fosil gigi ikan hiu yang dipamerkan disini. Fosil-fosil hewan laut ini membuat para arkeolog berhipotesis bahwa daerah Sangiran dahulu merupakan wilayah lautan. Luar biasa sekali kekayaan arkeologis Indonesia.
Inilah beberapa keunggulan situs Sangiran sehingga pemerintah pun mengajukannya ke UNESCO sebagai World Heritage Site. Dalam sidang UNESCO tahun 1996 di Merida, Mexico, akhirnya Sangiran resmi dijadikan WHS dengan nama
Sangiran Early Man Site. Jadilah sangiran menjadi situs WHS kelima Indonesia saat itu menyusul Borobudur, Prambanan, Taman Nasional Ujung Kulon, dan Taman Nasional Komodo yang sudah menjadi WHS sebelumnya. Barulah kemudian menyusul Taman National Lorentz di tahun 1999 dan terakhir sistem hutan hujan tropis Indonesia di Sumatra yang merupakan gabungan Taman Nasional Leuser, Kerinci Seblat, dan Bukit Barisan Selatan yang menjadi WHS ke-7 Indonesia di tahun 2004.
Sayangnya walaupun tergolong tempat penting dan juga WHS, situs Sangiran jarang sekali dikunjungi orang. Mungkin hanya mereka yang sedang menggeluti dunia arkeologi atau sejarah yang tertarik mendatangi situs ini. Pernah pengunjung museum Sangiran mencapai 250.000 orang per tahun. Sayang pasca krisis moneter yang melanda Indonesia di era 90-an, pengunjung Sangiran pun menurun tajam. Hal ini antara lain disebabkan oleh terpencilnya lokasi situs yang memang terletak di daerah pedesaan dan kurangnya publikasi yang diberikan pemerintah untuk menarik orang mengunjungi tempat ini. Semoga pengembangan situs Sangiran ke depan bisa berjalan baik untuk menunjukkan kekayaan bumi Indonesia di bidang sejarah dan arkeologi.
Ahh....benar-benar perjalanan yang berharga mengunjungi 3 situs WHS di Jawa Tengah ini. Satu-satunya yang tidak mengenakkan adalah aku harus menggunakan kereta ekonomi ke Yogyakarta terlebih dahulu sebelum mengunjungi ketiga situs ini, sangat tidak nyaman. Tapi ini terbayar dengan kepuasan yang tidak ada taranya setelah mengunjungi ketiga tempat ini. Mungkin karena ini pertama kalinya bagiku mengunjungi situs warisan dunia, dan aku langsung mengunjungi 3 tempat, dan juga ini adalah situs yang ada di Indonesia sehingga merupakan kebanggaan negeriku. Puas tiada taranya.
Cuman tetap saja ada satu hal yang aku sendiri heran setiap kali aku bepergian. Walaupun aku doyan
backpacking, namun aku tidak pernah mau mengunjungi situs yang sudah pernah aku kunjungi sebelumnya. Apalagi jika aku sudah memiliki dokumentasi sebelumnya. Hmm..... cukup sekali perjalanan, dan cukup sekali untuk menikmatinya. Well.... itulah aku.
Anyway, sudah puas banget berlibur. Saatnya kembali nih ke tugas yang kurasa banyak terlantar. Dalam 7 bulan kemarin aku sudah mengunjungi 6 flagship sites Taiwan dan 3 World Heritage Site Indonesia. Luar biasa sih, tapi memang sedikit mengorbankan konsentrasiku di kuliah. Aku harus ingat untuk fokus pada tesisku. Saatnya memindahkan fokus. Dan
backpacking ??? tentu saja terus berlanjut. Cuman lebih dikendalikan, tidak brutal dalam melakukannya. Tetapi fokus dan dinikmati. Mungkin dari situ aku akan memahami cara menikmati perjalanan yang selama ini aku cari, dan juga mungkin aku akan menemukan dimana hatiku tertambat dan dimanakah situs pariwisata yang tidak akan pernah bosan aku kunjungi. Salam
backpackers.
- M. Rizki Ramadhani -