Sunday, 21 December 2008

Keliling dunia dalam sehari ala Window on China (小人國)

Taipei, 22 Desember 2008


Menjelang akhir tahun 2008, berarti menjelang tahun baru 2009 dan semester terakhirku di NTU. Jadi untuk melengkapi perjalanan keliling Taiwan, aku dan istri kemarin berkunjung kembali ke salah satu obyek wisata terbaik di Taiwan. Namanya cukup unik, Window on China atau dalam bahasa mandarinnya adalah 小人國. Sebenarnya 小人國 secara harfiah berarti "negeri orang kecil". Agak bingung juga sih saya dengan bahasa mandarin tempat ini yang artinya berbeda jauh dengan nama bahasa Inggrisnya. Tetapi kalau kita berada di tempat ini barulah kita akan mengerti keunikan tempat ini.

Window in China terletak di Taoyuan, tepatnya di Longtan Township tidah jauh dari Chungli yang merupakan salah satu daerah terbesar di dalam distrik Taoyuan. Untuk mencapai tempat ini dari Taipei, kita bisa menggunakan kereta ekonomi yang harga tiketnya sangat murah. Cuman sekitar 57 NT dari stasiun Taipei ke stasiun Chungli. Dari stasiun Chungli kita masih harus menyambung lagi ke Window on China. Disini kita bisa menggunakan bis yang murah tapi memakan waktu cukup lama (sekitar 1 jam) atau menggunakan taksi yang hanya sekitar 25 menit tapi harganya lebih tinggi. Barulah kita akan sampai tepat di gerbang Window on China.

Harga tiketnya menengah sih, 399 NT. Tapi lumayanlah dengan kesenangan yang bisa diperoleh disini. Window on China sebenarnya adalah taman hiburan yang memamerkan miniatur tempat - tempat terkenal yang ada di berbagai dunia. Sehingga berada di tempat ini membuat kita seolah-olah menjadi raksasa di tengah miniatur-miniatur yang cukup kecil. Percaya atau tidak, Window on China merupakan taman miniatur yang lokasinya terbesar kedua di dunia, setelah Madurodam di Belanda. Lumayan deh jalan-jalan disini ....

Miniatur-miniatur tempat-tempat ini dibagi ke dalam 4 bagian. Pertama adalah bagian Cina dan Taiwan, kedua adalah bagian Asia, ketiga adalah bagian Eropa, dan terakhir adalah bagian Amerika.

Di bagian Cina dan Taiwan kita bisa melihat beberapa miniatur bangunan-bangunan menarik di kedua negara ini. Untuk Taiwan ada miniatur dari Chiang Kai Shek Memorial Hall, Istana Presiden di Zhongzheng, Benteng Santo Domingo, SYS Memorial Hall, juga miniatur mesjid besar Taipei pun ada. Bahkan ada juga miniatur kereta cepat HSR yang berjalan cepat diatas rel mengelilingi tempat-tempat tersebut. Kebetulan sih semua miniatur tempat terkenal Taiwan yang ada disini sudah aku kunjungi semua yang aslinya. Tapi lumayan menarik juga berada disini.

Chiang Kai-shek Memorial Hall, miniatur dan yang asli

Masjid Besar Taipei, miniatur dan yang asli

Yang menarik ada di bagian Cina dimana beberapa miniatur tempat terkenal di Cina dibuat sedemikian rupa sehingga cukup menarik. Alun-alun kota terlarang (Forbidden City) lengkap dengan lapangan Tiananmennya ada disini. Minaitur tembok Cina dan Longmen Grotto yang menjadi World Heritage Site bahkan seolah-olah sesuai dengan aslinya disini.

Forbidden city yang indah di Beijing, miniatur dan aslinya

Untuk mencapai bagian berikutnya dari Window on China, kita harus menggunakan kereta kecil yang khusus digunakan untuk wisata di dalam Window On China.

Disinilah kita akan mencapai bagian miniatur Asia dan miniatur Eropa. Bagian miniatur Asia banyak didominasi oleh bangunan-bangunan di Asia Timur. Miniatur kastil Himeji, kastil Osaka, dan Seven Stories Pagoda dari Nara Jepang menghiasi tempat ini. Ada juga kuil Bulguksa dari Korea Selatan. Tetapi tidak hanya itu saja. Ada juga Taj Mahal yang terkenal dari India, bersama dengan stupa Sanchi. Ada juga Dome of the Rock yang terkenal di Jerussalem, serta miniatur minaret Samarra di Irak.

Taj Mahal di India, miniatur dan yang aslinya

Di seberang lainnya dari bagian miniatur Asia baru kita temui miniatur Eropa. Total ada miniatur yang berasal dari 9 negara disini, walaupun didominasi oleh salah satu negara favoritku dalam bidang budaya dan sepakbola, Italia (^_^). Menara miring Pisa, Pantheon Roma, Katedral Chartres dari Perancis, Acropolis Yunani, Stonehenge dari Inggris, kuil Rila di Bulgaria, gereja St. Basil yang terletak tepat di lapangan merah Moskow, serta kincir angin Belanda semua ada miniaturnya disini. Katedral Chartres dan menara miring Pisa adalah yang paling menarik bagi saya disini.
Menara miring di Pisa, Italia, miniatur dan yang aslinya


Katedral Chartres di Perancis, yang miniatur dan yang asli

Dan terakhir barulah kita berkunjung ke miniatur Amerika. Kebanyakan di bagian ini adalah miniatur-miniatur bangunan bersejarah di AS semisal gedung putih, Lincoln Memorial, Jefferson Memorial, patung liberty, dan mount Rushmore yang menampilkan pahatan wajah 4 mantan presiden AS (George Washington, Thomas Jefferson, Abraham Lincoln, dan Theodore Roosevelt). Hanya miniatur kuil Chichen Itza dari Meksiko saja, satu-satunya miniatur Amerika non Amerika Serikat disini.


Mount Rushmore di AS, miniatur dan yang asli


Window on China sebenarnya tidak hanya menampilkan miniatur saja. Ada juga taman hiburan dan wahana bermain. Misalnya wahana kereta luncur air, yang dibangun dengan tema sungai Nil dan Mesir. Cukup menarik dan menantang. Jujur saya juga sampai takut waktu menaiki kereta luncur ini yang kemudian akan meluncur dari ketinggian hampir 10 meter kebawah, wow menegangkan.


Naik kereta luncur air yang menegangkan

Ada juga panggung hiburan dan wahana bermain lain, yang kebanyakan khusus untuk anak-anak. Untuk miniatur sebenarnya cukup bagus dan menarik. Sayangnya miniatur bangunan terkenal dari Afrika dan Australia tidak ada disini. Padahal sangat menarik sekali jika ada miniatur Opra House yang terkenal di Sydney atau Piramid di Mesir. Walaupun untuk Afrika, Window on China membangun wahana permainan air dengan tema sungai Nil yang cukup menarik sebagai gantinya. Lumayanlah.........

Anda ingin memiliki pengalaman keliling dunia dalam sehari dengan menginjakkan kaki di berbagai tempat terkenal dunia ?? Layaknya novel laris Jules Verne "Around the World in 80 Days" (Keliling dunia selama 80 hari) ?? Well, datang saja ke Window on China, dan kembangkan imajinasimu. Jadikan mimpi berubah jadi kenyataan (^_^).

- Rizki -

Tuesday, 9 December 2008

Gema Seorang Gao

”Lelaki itu berjalan santai di suatu senja yang indah. Saat melewati sebuah toko yang menjual alat-alat pemancingan, matanya tertumbuk ke suatu benda yang menarik. Sebuah joran pancing fiber glass buatan barat yang cukup indah dan terlihat kuat. Kenangan masa lalu pun kemudian terlintas di benaknya. Sejurus kemudian dia berpikir untuk membeli benda itu, sambil menimbang-nimbang mana yang lebih baik antara sebuah senapan berburu ataukah joran pancing untuk menangkap ikan. Akhirnya dia memutuskan, dia membeli joran pancing itu sebagai kenang-kenangan untuk kakeknya”.


Itulah salah satu potongan dari kumpulan cerita pendek berjudul ”Buying A Fishing Rod for My Grandfather” yang dalam bahasa Mandarinnya berjudul
給我老爺買魚竿 (Gei3 Wo3 Lao3 Ye Mai3 Yu2 Gan1). Buku tersebut ditulis oleh Gao Xingjian penulis kelahiran Cina yang pada tahun 2000 lalu diganjar Nobel Sastra atas karya-karyanya yang unik dan eksotis.


Dalam karya-karyanya, Gao mencoba mengangkat sastra Cina dalam sisi yang berbeda, secara menyeluruh, holistik. Orang-orang yang tidak banyak mengetahui mengenai literatur Cina mungkin hanya mengenal sastra Cina sebatas kata-kata bijak bestari dan puisi-puisi kuno, semisal puisi-puisi dan tulisan Lao Tze dalam Kitab Dao De Jing yang menjadi buku ajaran Taoisme atau kata-kata bijak Kong Fu-tze sang pendiri confusianisme. Padahal sastra Cina jauh lebih dari itu. Bahkan dalam bentuknya yang klasik, sastra Cina sarat akan makna yang cukup dalam dan beraneka. Gao mengangkat itu dalam kisah-kisah Shan Hai Jing, Kisah-kisah dari Gunung dan Lautan yang merupakan kumpulan dongeng-dongeng Cina klasik.


Tapi sastra Cina tidaklah sebatas itu. Selayaknya sebuah keindahan hasil karya peradaban manusia, sastra teruslah berkembang dinamis. Dalam kasus Cina, sastra Cina pun berkembang mengikuti kesejarahan Cina sendiri. Dari zaman dinasti-dinasti kuno, beranjak ke transisi di zaman kolonialisme dimana Cina sering dilanda perang yang membuatnya dijuluki “The Sick Man of Asia”, sampai sekarang dimana negeri ini tumbuh menjadi sebuah negara modern dengan luas wilayah terbesar ketiga dunia, populasi penduduk terbesar di dunia, dan mampu menyelenggarakan pesta olahraga Olimpiade. Itulah Cina yang dinamis. Dan Gao pun mencoba menyatukan hal itu. Realisme sosial di Cina dia tuangkan juga dalam tiap karyanya.


Gao Xingjian (高行健/Gao1 Xing2 Jian4) lahir di tahun 1940 di Ganzhou, sebuah kota kecil di propinsi Jiangxi yang terletak di jantung Republik Rakyat Cina. Ayahnya adalah seorang kasir bank, dan ibunya pernah terlibat dalam gerakan anti Jepang saat pecah perang Cina-Jepang di tahun 1930-an.


Dari ibunya dia belajar tentang seni melukis dan kaligrafi Cina. Sampai saat ini pun Gao dikenal sebagai seorang pelukis disamping keahilannya dalam menulis. Dia sempat belajar sastra di Universitas Nanjing dan berkunjung ke Perancis untuk kemudian bekerja sebagai penerjemah karya-karya Cina ke bahasa Perancis. Karirnya di dunia sastra dimulai saat dia menjadi penulis naskah drama di teater rakyat Cina di Beijing. Naskah drama pertamanya, Signal Alarm (Sinyal alarm) dipentaskan di Beijing di tahun 1982. Di masa-masa ini pula sejarah mencatat bahwa Cina sedang berada pada masa-masa pergolakan. Pemerintahan komunis Deng Xiaoping yang melanjutkan kekuasaan Mao Zedong sudah tidak lagi mendapat tempat di hati kebanyakan masyarakat Cina, khususnya kaum mudanya.


Kegundahan ini pun dirasakan oleh Gao, namun dia mencoba menutupinya. Kuatnya kekuasaan komunis di Cina membuat hampir semua segi kehidupan diatur dengan ketat. Termasuk sastra. Persatuan penulis Cina yang berafiliasi kepada pemerintahan pun gerah dengan karya-karya Gao. Di tahun 1983, dia diasingkan dari persatuan penulis. Di tahun yang sama dia mendapat berita buruk yang lainnya, dia dinyatakan mengidap kanker paru-paru. Untuk menenangkan diri sekaligus mencari udara yang nyaman untuk kesehatannya, dia pergi ke pinggir sungai Yangtze yang indah, berkilo-kilo meter jauhnya dari bising ibukota Beijing. Disanalah dia melihat kesederhanaan penduduk desa dan majemuknya kehidupan. Pedagang sayur, biksu, orang-orang jompo yang sudah hidup lebih dari tiga perempat abad semua menyatu membentuk peradaban yang diisi oleh keaneka ragaman karakter manusia. Disanalah pula dia menulis novel terkenalnya, Pegunungan Jiwa (Soul Mountain / 靈山 / Ling2 Shan1), karya yang dianggap sebagai masterpiece dari sang begawan sastra Cina.


Kegundahan jiwanya kemudian memuncak di tahun 1989 saat timbul protes besar-besaran yang dipelopori oleh mahasiswa di alun-alun lapangan Tiananmen, Beijing, menuntut demokratisasi pemerintahan. Saat itulah dia menulis karya berjudul Pelarian (Fugitives), novel politik sebagai bentuk dukungan diamnya terhadap gerakan mahasiswa. Pemerintahan komunis pun berang luar biasa. Seluruh karyanya dilarang terbit di seantero Cina.


Gao pun menjalani takdir kejam yang harus ditempuh oleh semua penulis hebat di dunia. Dia diasingkan dan terpaksa pindah ke Paris. Nasib Gao sama halnya dengan penulis-penulis tenar di negara komunis, tempat dimana sebuah karya sastra menjadi alat perlawanan paling hebat, pedang kata-kata yang bisa langsung menusuk jantung para politisi busuk dan diktator. Sebagai akibatnya, mereka harus minggat. Gao harus pindah dari Cina, seperti halnya bertahun-tahun sebelumnya begawan sastra Rusia Alexander Solzhenitsyn juga diusir dari negerinya, bekas Uni Sovyet, dan dicabut kewarganegaraannya karena mengkritik pemerintahan komunis Sovyet.


Sejak itulah dia berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Perancis. Tapi rindunya terhadap kampung halaman tidaklah pudar. Di tahun 1998 dia menerbitkan novel lainnya, Injil Milik Seseorang (One Man’s Bible/一個人的聖經/ Yi1 Ge Ren2 De Sheng4 Jing1), kisah tentang seorang anak manusia yang berusaha mempertahankan keyakinannya ditengah pengalaman masa lalunya yang kelam.


Pantaslah kiranya dia dianugerahkan Nobel Sastra di tahun 2000. Walaupun beragam pro dan kontra muncul akan hal itu. Seorang penulis di Cina, tempat kelahiran Gao, mengkritik Gao sebagai penulis yang buruk dan menyedihkan. Walaupun kemudian kata-kata itu akhirnya dicabut. Biar bagaimanapun Gao adalah orang Cina pertama yang dianugerahi gelar tertinggi dunia di bidang sastra.


Karya-karya Gao sering dikritik sebagai karya yang skeptis. Persis seperti penulisnya yang selalu ingin menunjukkan bahwa dunia ini berjalan apa adanya, tidak perlu melawannya apalagi mengubahnya. Karya-karyanya sering menampilkan kisah tragis orang-orang yang berusaha melarikan diri dari masa lalunya. Namun disitulah letak magis karyanya, mencoba menunjukkan manusia ditengah berbagai dimensi, terutama dimensi kesedihan dan kegelapan yang selalu ada dalam riwayat hidup manusia. Seorang manusia pastilah mempunyai masa kelam, dan sesudahnya perjuangan untuk bertahan hidup dan meraih hal yang lebih baik untuk menutup kesalahannya dahulu. Karena itulah sebenar-benarnya manusia. Lewat karyanya, Gao ingin menunjukkan kepada dunia, bahwa Cina tidaklah sekaku robot-robot revolusi yang bekerja tanpa kenal lelah dari pagi sampai malam. Cina adalah dinamika yang berkembang sejak zaman-zaman kekaisaran lampau sampai beranjak menjadi negeri modern saat ini.


Gao saat menerima Nobel (Copyright : Royal Academy of Sweden)


Salah satu novel terkenal Gao, "Buying a fishing rod for my grandfather"




M. Rizki Ramadhani (馬富月/Ma3 Fu4 Yue4)

Peminat dan pemerhati sastra Cina

Diambil dari berbagai sumber