Saturday, 25 October 2008

Aksi terbesar di Taipei dalam 6 bulan ini




馬英九認錯, 馬英九認錯
(Ma3 Ying1 Jiu3 Ren4 Cuo4, Ma3 Ying1 Jiu3 Ren4 Cuo4)

President Ma must apologize, president Ma must apologize !!!!

Itulah teriakan yang terus bergema saat tak kurang dari setengah juta rakyat Taiwan turun ke jalan memprotes kebijakan presiden Taiwan, Ma Ying-jeou, dalam aksi massa terbesar di Taipei sejak dilantiknya presiden Ma pada 20 Mei 2008 yang lalu. Massa yang diorganisir oleh Democratic Progressive Party (DPP), rival Kuomintang yang telah mengusung Ma dalam pemilihan presiden, seolah ingin menunjukkan tajinya sebagai pihak oposisi. Tidak tanggung-tanggung, 2 mantan presiden Taiwan sebelum Ma yakni Lee Deng-hui dan Chen Sui-bian ikut mendukung aksi ini. Lee tidak ikut dalam barisan demonstran, tetapi memberi restu akan jalannya aksi ini. Sementara Chen sendiri ikut turun bersama para peserta aksi yang berangkat dari Zhongxiao East Road.

Massa berangkat dari 5 titik di sekitar kota Taipei dengan tujuan akhir menuju istana kepresidenan yang terletak di distrik Zhongzheng di pusat kota. Salah satu dari titik konsentrasi massa yang cukup besar ini adalah di pintu gerbang utama National Taiwan University. Massa berkumpul sejak pagi sebelum melakukan long march di siang harinya. Disinilah mereka berorasi menuntut permohonan maaf presiden Ma serta mempertegas kembali tentang kemerdekaan Taiwan dari Cina daratan.

Ma Ying-jeou, yang leluhurnya berasal dari kawasan Xinjiang-Uighur di Cina daratan yang mayoritas dihuni oleh etnis muslim Cina, memang dikenal dengan kebijakannya yang lebih pro-Cina daratan. Sejak dalam masa kampanye, Ma dan Kuomintang sudah menekankan perlunya rekonsiliasi dan perbaikan hubungan dengan Cina daratan walaupun tetap dalam bingkai independensi Taiwan.

Maka sejak saat itulah dibuka keran hubungan Cina dan Taiwan yang selama ini hampir jarang terjadi. Penerbangan langsung dari Taipei menuju Shanghai dan Nanjing sudah dibuka. Pertukaran pelajar antara pelajar lokal Taiwan dan pelajar dari Cina daratan pun sudah dibuka - semisal 20 orang mahasiswa cina daratan yang diterima dalam proses exchange student di NTU pada Agustus September lalu.

Celakanya, gayung bersambut presiden Ma dan kebijakan pro-Cina nya tidak disambut baik oleh Cina sendiri. Cina jelas tidak mau melepaskan Taiwan dari wilayah kedaulatannya, terlepas fakta bahwa Taiwan memiliki presiden dan UU layaknya sebuah negara yang berdaulat. Di samping itu beberapa kebijakan perdagangan Cina-Taiwan justru menghantam Taiwan sendiri. Taiwan cukup kerepotan pada kasus susu melanine asal Cina yang santer pada dua bulan yang lalu, mengingat Taiwan pun ikut mengimpor susu ini dari Cina. Yang lebih parah lagi adalah rencana Cina untuk tidak mengakui ijazah Taiwan dan tidak mau menerima orang-orang yang lulus dari universitas-universitas di Taiwan. Padahal Taiwan sudah berbaik hati dalam paket kebijakan pendidikan dengan akhirnya mau menerima secara resmi mahasiswa dari Cina daratan yang ingin belajar di Taiwan. Hal yang seolah-olah merupakan tikaman dari belakang untuk Taiwan.

Maka mengamuklah pula para kaum intelektual Taiwan. Beberapa orang dosen dari NTU dan NTUT pun ikut serta dalam aksi massa kemarin.

Dalam protesnya, para demonstran meminta presiden Ma meminta maaf atas kebijakan pro-Cinanya. Demonstran bahkan memamerkan poster yang menunjukkan "pikiran jahat" Cina serta gambar Kuomintang dan Partai Komunis Cina yang digambarkan sebagai dua ekor anjing yang sedang berpelukan mesra. Teriakan-teriakan agar presiden Ma mundur dari jabatannya pun terlontar dari para demosntran.

Beberapa mahasiswa Cina di Taiwan sendiri pun ikut terkena dampak aksi ini walaupun secara tidak langsung. "I feel hostile", demikian pengakuan seorang rekan mahasiswa asal Nanjing, Cina daratan di NTU saat saya tanyakan. Ini menunjukkan betapa mereka pun cukup ketar-ketir dengan status mereka sebagai warga negara Cina daratan di pulau Formosa ini.

Beberapa massa masih ada yang berkemah di sekitar Ketagalan Road yang menuju ke arah istana presiden sampai malam tadi. Belum ada kepastian kapan aksi ini berakhir. Namun yang jelas ini merupakan guncangan di awal masa kepemimpinan presiden Ma.

Di saat mata dunia sedang sibuk untuk melihat konflik antara Kosovo dan Yugoslavia atau bagaimana Rusia menginvasi Georgia pada bulan-bulan kemarin, nampaknya mereka cukup naif untuk melihat dua Cina yang terus berkonflik ini. Padahal apa yang ditunjukkan para demonstran kemarin sudah mewakili aspirasi sebagian besar penduduk Taiwan selama ini, jauh sejak dahulu saat Chiang Kai-shek memimpin para kaum nasionalis menyeberang untuk mendirikan pemerintahan yang terpisah dari daratan di tahun 1949. Sikap independenden ini juga terus bertahan sampai sekarang terlepas dari kemenangan Kuomintang. Lihatlah saja bagaimana di buku Audio Visual Chinese, buku kurikulum pengajaran bahasa Mandarin untuk warga negara asing, seluruh teks yang mengandung kata-kata zhongguo (中國) di cetakan pertama diganti dengan Taiwan (台灣) di cetakan kedua yang dipakai sekarang. Referendum yang pernah dilaksanakan di akhir pemerintahan Chen Sui-bian, yang menunjukkan bahwa 90% warga Taiwan menyatakan mereka terpisah dari Cina daratan sudah cukup jelas menggambarkan, TAIWAN IS NOT CHINA.

Baru 6 bulan terhitung sejak presiden Ma dilantik dan menjalankan tugasnya, namun pukulan berat sudah banyak terjadi pada kebijakan pro-Cina daratannya. Menarik untuk ditunggu akan seperti apa akhir kebijakan ini nantinya.



- Rizki, yang gagal minta kaos demonstran buat oleh-oleh. Mata gw mesti gw sipitin dikit kali (^_^). Semoga gak terhambat urusan ke Hongkong nanti. -

1 comment:

Anonymous said...

ternyata aksi ini sampai ka Tainan pula lho hehehe